Minggu, 16 Mei 2010

makalah kewarganegaraan tentang kemisknan

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan yang telah mendunia dan hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi manapun. Selain bersifat laten dan aktual, kemiskinan adalah penyakit sosial ekonomi yang tidak hanya dialami oleh Negara-negara berkembang melainkan negara maju sepeti inggris dan Amerika Serikat. Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yaitu kemiskinan alami dan kemiskinan buatan. kemiskinan alami terjadi akibat sumber daya alam (SDA) yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan Buatan diakibatkan oleh imbas dari para birokrat kurang berkompeten dalam penguasaan ekonomi dan berbagai fasilitas yang tersedia, sehingga mengakibatkan susahnya untuk keluar dari kemelut kemiskinan tersebut. Dampaknya, para ekonom selalu gencar mengkritik kebijakan pembangunan yang mengedepankan pertumbuhan ketimbang dari pemerataan.
Cianjur tidak lagi di dua persimpangan jalan. Kabupaten ini berada pada jalan terpuruk. Beraneka masalah muncul. Mulai dari angka kemiskinan yang meningkat, kasus korupsi, rendahnya APK/APM pendidikan, kebijakan rotasi atau mutasi jabatan yang kebablasan, hingga masalah lainnya yang intinya membuat masyarakat meradang ditandai dengan serentetan aksi demonstrasi. Pada kesempatan ini penyusun mencoba memaparkan secara terinci tentang masalah kemiskinan di kabupaten Cianjur.

I.2 Tujuan Penulisan
Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah kewiraan. Adapun tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah :
a. Untuk mengetahui gambaran kemiskinan di Cianjur
b. Untuk mengetahui faktor – faktor penyebab kemiskinan di Cianjur
c. Untuk mengetahui upaya mengentaskan kemiskinan di Cianjur
I.3 Perumusan Masalah
Dalam tugas kewarganegaraan individu ini, penyusun yang membahas mengenai masalah kemiskinan, didapatkan rumusan masalah yang akan dibahas dalam analisis permasalahan. Rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut:
“Apa yang menjadi masalah dasar dalam pengentasan kemiskinan di Cianjur”.

BAB II
KERANGKA TEORI

2.1 Definisi Kemiskinan
Dalam kamus ilmiah populer, kata “Miskin” mengandung arti tidak berharta (harta yang ada tidak mencukupi kebutuhan) atau bokek. Adapun kata “fakir” diartikan sebagai orang yang sangat miskin. Secara Etimologi makna yang terkandung yaitu bahwa kemiskinan sarat dengan masalah konsumsi. Hal ini bermula sejak masa neo-klasik di mana kemiskinan hanya dilihat dari interaksi negatif (ketidakseimbangan) antara pekerja dan upah yang diperoleh.
• Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Standar minimum disusun berdasarkan kondisi hidup suatu Negara pada waktu tertentu dan perhatian terfokus pada golongan penduduk “termiskin”, misalnya 20 persen atau 40 persen lapisan terendah dari total penduduk yang telah diurutkan menurut pendapatan/pengeluaran.
• Kemiskinan Absolut
Kemiskinan secara absolute ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan sebagai ukuran financial dalam bentuk uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk yang pendapatannya dibawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin.

• Terminologi Kemiskinan Lainnya
Terminologi lain yang juga pernah dikemukakan sebagai wacana adalah kemiskinan structural dan kemiskinan cultural. Soetandyo wignjosoebroto dalam “Kemiskinan Struktural : Masalah dan Kebijakan” yang dirangkum oleh Suyanto (1995:59) mendifinisikan “Kemiskinan stuktural adalah kemiskinan yang ditengarai atau didalihkan bersebab dari kondisi struktur, atau tatanan kehidupan yang tak menguntungkan karena tatanan itu tak hanya menerbitkan akan tetapi (lebih lanjut dari itu!) juga melanggengkan kemiskinan di dalam masyarakat.
Sedangkan kemiskinan struktural diakibatkan oleh faktor-faktor adat dan budaya suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang tetap melekat dengan indikator kemiskinan. Padahal indicator kemiskinan tersebut seyogianya bisa dikurangi atau bahkan secara bertahap bisa dihilangkan dengan mengabaikan faktor-faktor adapt dan budaya tertentu yang menghalangi seseorang melakukan perubahan-perubahan ke arah tingkat kehidupan yang lebih baik.

• Distribusi dan Ketimpangan Pendapatan
Distribusi pendapatan merupakan salah satu aspek kemiskinan yang perlu dilihat karena pada dasarnya merupakan ukuran kemiskinan relative. Oleh karena data pendapatan sulit diperoleh, pengukuran distribusi pendapatan selama ini didekati dengan menggunakan data pengeluaran. Distribusi pendapatan dilakukan dengan menggunakan data total pengeluaran rumahtangga sebagai proksi pendapatan yang bersumber dari Susenas. Salah satu ukuran yang paling sering digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh yaitu koefisien Gini (Gini Ratio). Rumus Koefisien Gini adalah sebagai berikut :

Dimana: :
GR= Koefisien Gini (Gini Ratio) fp I = frekuensi penduduk dalam kelas pengeluaran ke-i
Fc I= frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelas pengeluaran ke-i
Fc i-1= frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelas pengeluaran ke (i-1)

BAB III
ANALISIS MASALAH

3.1 Kemiskinan
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perkembangan arti definitif dari pada kemiskinan adalah sebuah keniscayaan. Berawal dari sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan komponen-komponen sosial dan moral. Misal, pendapat yang diutarakan oleh Ali Khomsan bahwa kemiskinan timbul oleh karena minimnya penyediaan lapangan kerja di berbagai sektor, baik sektor industri maupun pembangunan. Senada dengan pendapat di atas adalah bahwasanya kemiskinan ditimbulkan oleh ketidakadilan faktor produksi, atau kemiskinan adalah ketidakberdayaan masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh pemerintah sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi. Arti definitif ini lebih dikenal dengan kemiskinan struktural.

3.2 Gambaran Kemiskinan di Cianjur
Angka kemiskinan di Cianjur kian bertambah. Padahal seharusnya seiring dengan beragam program pembangunan digulirkan jumlah warga yang bernasib malang mestinya berkurang. Sekarang malah menjadi sekitar 700 ribu jumlah warga miskin, Bahkan, urusan yang sepele seperti rotasi atau mutasi jabatan yang seharusnya menjadi bagian solusi justru menjadi masalah tersendiri. Maklum saja rotasi kerap dilakukan. Sebagaimana keterangan yang diperolehnya sejak 2006 sedikitnya 20-an mutasi jabatan dilakukan sehingga muncul seloroh bahwa Cianjur pemecah rekor MURI dalam urusan mutasi. Memang mutasi hak prerogatif bupati. Namun, tetap saja harus mengindahkan rambu-rambu, serta kompetensi. Kalau tidak akan salah terus, cabut geser, cabut geser, begitu saja selamanya, karena memang hanya subjektivitas yang mendasarinya.
Beragam permasalahan yang terus mengemuka, seperti kasus korupsi, masalah kemiskinan atau defisit setiap tahun anggaran, lanjutnya, merupakan symptom atau gejala yang muncul ke permukaan. Akar dari permasalahan sebenarnya berada pada lemahnya pengelolaan yang dilakukan penguasa setempat. Memang benar penguasa sekarang produk pilihan rakyat secara langsung. Akan tetapi, sejatinya pilihan rakyat langsung bukan jaminan yang terbaik, sekaitan kapabilitas rakyatnya sendiri pada umumnya belum memadai. Sekarang pun bergulir wacana agar pemilihan kepala daerah dikembalikan kepada dewan. Aksi unjuk rasa yang belakangan ini sering terjadi merupakan refleksi ketidakpuasan masyarakat terhadap penguasa setempat. Malah di mata Ketua GPI Kab. Cianjur mengatakan Cianjur tengah sakit. "Bagi ormas atau OKP berbasis Islam hukumnya wajib mengkritisi, bahkan hingga turun ke jalan agar muncul perbaikan

3.3 Faktor-faktor Penyebab Kemisknan di Cianjur
Masalah kemiskinan di Indonesia sarat sekali hubungannya dengan rendahnya tingkat Sumber Daya Manusia (SDM). dibuktikan oleh rendahnya mutu kehidupan masyarakat Indonesia meskipun kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Sebagaimana yang ditunjukkan oleh rendahnya Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM) Indonesia pada tahun 2002 sebesar 0,692. yang masih menempati peringkat lebih rendah dari Malaysia dan Thailand di antara negara-negara ASEAN. Sementara, Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) Indonesia pada tahun yang sama sebesar 0,178. masih lebih tinggi dari Filipina dan Thailand. Selain itu, kesenjangan gender di Indonesia masih relatif lebih besar dibanding negara ASEAN lainnya.
Tantangan lainnya adalah kesenjangan antara desa dan kota. Proporsi penduduk miskin di pedesaan relatif lebih tinggi dibanding perkotaan. Data Susenas (National Social Ekonomi Survey) 2004 menunjukkan bahwa sekitar 69,0 % penduduk Indonesia termasuk penduduk miskin yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian. Selain itu juga tantangan yang sangat memilukan adalah kemiskinan di alami oleh kaum perempuan yang ditunjukkan oleh rendahnya kualitas hidup dan peranan wanita, terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta masih rendahnya angka pembangunan gender (Gender-related Development Indeks, GDI) dan angka Indeks pemberdayaan Gender(Gender Empowerment Measurement,GEM).
Tantangan selanjutnya adalah otonomi daerah. di mana hal ini mempunyai peran yang sangat signifikan untuk mengentaskan atau menjerumuskan masyarakat dari kemiskinan. Sebab ketika meningkatnya peran keikutsertaan pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan. maka tidak mustahil dalam jangka waktu yang relatif singkat kita akan bisa mengentaskan masyarakat dari kemiskinan pada skala nasional terutama dalam mendekatkan pelayanan dasar bagi masyarakat. Akan tetapi ketika pemerintah daerah kurang peka terhadap keadaan lingkungan sekitar, hal ini sangat berpotensi sekali untuk membawa masyarakat ke jurang kemiskinan, serta bisa menimbulkan bahaya laten dalam skala Nasional.
Dari hari ke hari kehidupan ekonomi masyarakat khususnya di Cianjur semakin sulit. Lapangan pekerjaan sangat terbatas. Sehingga banyaknya pengangguran, banyaknya korban PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Harga-harga kebutuhan hidup sehari-hari sangat mahal. Setiap saat terdengar keluh-kesah warga masyarakat betapa susahnya menjalani kehidupan saat ini.
Dilain pihak terjadi jurang pemisah yang sangat menganga, yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin. TNI. Polri. PNS gajinya naik terus. Anggota DPRD, menteri, pejabat tinggi gaji dan berbagai tunjangan lainnya berjuta-juta, bahkan puluhan juta rupiah. Di jalan-jalan pengemis, gelandangan berkeliaran. Berita-berita kelaparan, gizi buruk mewarnai hari-hari pemberitaan media cetak maupun elektronika.
Dengan fakta di lapangan seperti itu. banyak yang menafsirkan kemiskinan semakin hari semakin bertambah. BLT (Bantuan Langsung Tunai), PKH (Program Keluarga Harapan) dan program-program lainnya belum menjadi jaminan menurunnya kemiskinan ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Era reformasi dan era kebebasan berbicara serta berpendapat yang tentunya pula tidak dapat menjamin rakyat miskin yang perutnya lapar menjadi kenyang.
Salah satu contoh di Kabupaten Cianjur. Jawa Barat, berdasarkan data yang ada di BPS setempat dari jumlah penduduk sebanyak 2. 169. 882 jiwa, sebanyak 30 persen atau sebanyak 736. 952 jiwa warga masyarakatnya hidup miskin. Angka 30 persen warga miskin itu pun. boleh jadi merupakan angka data kemiskin yang sifatnya politis, karena merupakan estimasi secara nasional yang juga sekitar 30 persen.
Prakiraan kemiskinan mengalami penambahan di Kabupaten Cianjur berdasarkan fakta-fakta atau kondisi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, tentu saja akan sangat jauh berbeda dengan data-data atau fakta angka-angka yang dimiliki Pemkab Cianjur. Jawa Barat. Bagian Humas dan Keprotokolan Pemkab Cianjur, menyebutkan angka kemiskinan dari sekitar 736. 952 jiwa (tahun 2008) pada tahun 2009 ini mengalami penurunan sebanyak dua persen.

3.4 Upaya Mengentaskan Kemiskinan di Cianjur
Penanganan kemiskinan di daerah ini telah dan terus dilakukan melalui berbagai program dan kegiatan yang terpadu antara program Pemerintah Pusat. Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten. Sasarannya diarahkan kepada upaya meningkatnya daya saing tenaga kerja. Misalnya Pemkab Cianjur mendirikan pusat layanan tenaga kerja Indonesia (BNP2TK1). yang dimaksudkan untuk memberikan pendidikan dan pelatihan, keterampilan serta informasi tenaga kerja yang dibutuhkan.
Menurut Kabag. Humas Pemkab Cianjur dalam siaran persnya menyebutkan terjadinya penurunan angka kemiskinan sebanyak dua persen di Kabupaten Cianjur, terbukti dengan telah digulirkannya program Meningkatkan daya saing tenaga kerja dengan estimasi sekitar 500 orang siap guna, program tersedianya lapangan kerja baru di berbagai sektor diantaranya sektor pertanian komoditas teh sebanyak 7. 600 orang.
Sektor pertanian komoditas bunga sebanyak I. 200 orang, sektor peternakan komoditasayam pelung sebanyak 100 orang, sektor induistri pengolahan kulit sebanyak 300 orang, sektor industri komoditis makanan sebanyak 2.600 orang, sektor pariwisata komoditas jasa sebanyak 2. 800 orang, sektor industri pengolahan komoditas beras Cianjur sebanyak 600 orang. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM-Mandiri) yang digulirkan di 12 kecamatan sebanyak 281. 368 orang dan lainnya.
Jika benar angka-angka tentang terjadinya penurunan angka kemiskinan di Kabupaten Cianjur sesuai dengan fakta di lapangan, tentu saja merupakan sesuatu yang sangat menggembirakan. Artinya, sedikit demi sedikit masalah kemiskinan di daerah ini mulai dapat ditangani.Namun, jika data-data itu. hanya di atas kertas, tentu saja sangat memperihatinkan. Sehingga diperlukan evaluasi, dan pendataan ulang di lapangan untuk dilakukan perbaikan-perbaikan, sehingga berbicara menurunnya kemiskinan berdasarkan fakta yang ada di lapangan.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan
Masalah dasar pengentasan kemiskinan bermula dari sikap pemaknaan kita terhadap kemiskinan. Kemiskinan adalah suatu hal yang alami dalam kehidupan. Dalam artian bahwa semakin meningkatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka kebutuhan pun akan semakin banyak. Pengentasan masalah kemiskinan ini bukan hanya kewajiban dari pemerintah, melainkan masyarakat pun harus menyadari bahwa penyakit sosial ini adalah tugas dan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat. Ketika terjalin kerja sama yang romantis baik dari pemerintah, nonpemerintah dan semua lini masyarakat. Dengan digalakkannya hal ini, tidak perlu sampai 2030 kemiskinan akan mencapai hasil yang seminimal mungkin.

2. Saran
Dalam menghadapi kemiskinan di zaman global diperlukan usaha-usaha yang lebih kreatif, inovatif, dan eksploratif. Selain itu, globalisasi membuka peluang untuk meningkatkan partisipasi masyarakat Indonesia yang unggul untuk lebih eksploratif. Di dalam menghadapi zaman globalisasi ke depan mau tidak mau dengan meningkatkan kualitas SDM dalam pengetahuan, wawasan, skill, mentalitas, dan moralitas yang standarnya adalah standar global.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar